Selamat Datang, Malam

Saya ingat sekali pernah berkata bahwa sebisa mungkin saya tidak menulis album serius lagi untuk Hindia setelah menyelesaikan Menari Dengan Bayangan, karena artinya ada sesuatu yang sangat mengganggu di hidup saya yang ingin saya bicarakan.


Sayangnya hal-hal tersebut datang lagi, menggoyangkan kapalnya, memaksa badan saya yang seharusnya tidur untuk tetap bangun sampai petugas kebersihan bisa melihat masih ada pria lusuh di pojok sofa ruang tengah yang sama dari luar rumah setelah beberapa hari, kembali ke terapi lagi dan dengan berat hati menerima kenyataan saat psikolog saya berkata bahwa gangguan saya berat dan benang ruwetnya belum selesai, menyulitkan orang-orang terdekat saya, sesekali harus ada yang sigap datang karena takut saya melakukan hal bodoh saat sendirian di rumah.


Dalam proses memahami diri saya kembali dan memaknai ulang Menari Dengan Bayangan, saya sadar kalimat-kalimat yang sering saya lontarkan saat menyanyikan lagu-lagu tersebut tidak mudah untuk dilakukan setiap hari. Ada juga beban lain yang lahir secara tidak sengaja berkat karya-karya saya di publik, di mana saya dianggap menjadi semacam ‘ambasador’ kesehatan mental–sesuatu yang fatal, karena saya jauh dari kata ideal untuk dijadikan contoh.


Perpaduan antara perasaan ini dan kondisi hidup kita sekarang menciptakan lingkaran setan yang saling mempengaruhi: keadaan psikis saya diperburuk oleh berbagai hal di luar kontrol macam keresahan iklim, inflasi, dan berita buruk harian lainnya. Sebaliknya, segala hal ini juga menjadi akar dari keadaan psikis saya yang memburuk. Saya merasa tidak berdaya melihat segala harga yang kian naik, interaksi antar manusia yang makin sulit karena standar political correctness yang kian meningkat, atau tempat hidup saya yang secara konstan mengalami degradasi lingkungan. 


Di rumah saya merasa tercekek, di masyarakat saya harus berpura-pura, dan tak ada satu sudut ruang manapun di mana saya merasa bisa kabur dari berbagai hal yang dapat menjadi pemicu buruk keadaan batin saya. Di aplikasi kirim pesan saya dikerubungi oleh berbagai kabar yang tidak ingin saya baca, di aplikasi kalender saya resah melihat kegiatan warna-warni macam Power Rangers yang tak berhenti sampai setahun ke depan, di internet saya bergelut dengan berita buruk, dan di dunia nyata saya tidak memiliki privasi. Sembari kau bertumbuh besar bersama orang-orang terdekatmu, mereka juga semakin sibuk dan kadang ada rasa tidak enak saat meminta mereka bertemu hanya untuk cerita karena semua sudah stress dengan hidup masing-masing, dan waktu menjadi semakin mahal harganya untuk dibuat.


Kita semua, termasuk saya, tidak pernah memiliki pilihan untuk lahir maupun tidak–dan banyak sekali masalah 


Semakin hari makin mati rasa, semakin mudah untuk saya percaya pada akhirnya ini semua banal, bahwa semua yang saya bangun akan bertemu ujung yang pahit, tidak ada artinya, dan tidak punya daya apapun melawan arus buruk yang diciptakan oleh kondisi hidup kita sekarang.


Pada saat yang bersamaan, realisasi ini membebaskan saya: bahwa Lagipula Hidup Akan Berakhir, semua tidak ada artinya, sehingga saya memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang saya mau dan menetapkan haluan hidup saya sendiri. Prosesnya tidak mudah, namun setidaknya ada kesadaran bahwa ini semua hanya permainan acak dari jagat raya yang kadang-kadang lucu, kadang-kadang sedih, kadang-kadang menyenangkan. Saya satu dari jutaan, seperti karakter The Sims dalam dunia yang suka-suka. Sisanya hanya perihal membuat cerita yang seru dalam menjalani permainan ini.


Previous
Previous

Losing A Friend

Next
Next

Boleh Minta Foto, Kak?